BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Di dalam
sastra disebutkan ada empat jalan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
tertinggi, keempat jalan itu disebut dengan Catur Marga Yoga. Catur Marga Yoga
terdiri dari Bhakti Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Jnana Marga Yoga, dan Raja
Marga Yoga. Bhakti Marga dan Karma
Marga Yoga mengajarkan kita mencari
Tuhan di luar diri kita.
Bhakti
Marga mewujudkan Tuhan dengan simbol-simbol, patung, pratima di pura. Sedangkan
Karma Marga mewujudkan Tuhan di dalam diri orang yang menderita, sakit,
kelaparan (membantu orang yang menderita). Jnana Marga Yoga mengajarkan Tuhan
ada di mana-mana. Sedangkan Raja Marga Yoga mengajarkan Tuhan ada dalam diri
sendiri. Di manapun Tuhan dipuja Beliau akan ada, termasuk dalam diri sendiri.
Keempat
jalan spritual ini sebaiknya dipilih berdasarkan dari tingkat jnana atau
pengetahuan spiritual yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang yang tingkat
jnana-nya masih rendah sebaiknya menekuni ajaran Bhakti dan Karma Yoga.
Sedangkan seseorang yang tingkat Jnana-nya sudah tinggi sebaiknya menekuni
Jnana dan Raja Marga Yoga.
Dari
keempat jalan tersebut pada umumnya masyakat Hindu di Bali banyak memilih
ajaran Bakti Marga Yoga. Realisasi dari ajaran Bhakti Yoga dapat dilakukan
melalui Nawa Widha Bhakti, yaitu: 1) Srawanam; mendengarkan wahyu Tuhan, 2)
Kirtanam; Menyanyikan nama Tuhan, 3) Smaranam;
mengingat nama Tuhan, 4) Padasewanam; sujud dikaki Tuhan, 5) Arcanam;
mempersembahkan bunga-bunga harum, 6) Wawadanam: merebahkan diri pasrah memuja
Tuhan, 7) Dasyanam; melayani Tuhan, 8) Sakhyana; memuja Tuhan sebagai sahabat
yang setia, 9) Atmawedanam : penyerahan total pada Tuhan.
Dalam
kegiatan keagamaannya, masyarakat bali banyak menggunakan sarana-sarana ritual,
salah satu bentuk sarana ritual yang digunakan adalah canang sari. Canangsari
merupakan suatu bentuk reflektif dari Arcanam (mempersembahkan bunga-bunga
harum) yang terdapat dalam ajaran Nawa Widha Bhakti. Dengan demikian canangsari memiliki fungsi
yang sangat penting dalam kegiatan keagamaan masyarakat bali. Lalu apakah yang
dimaksud dengan canang sari itu? Kemudian bahan-bahan apa saja yang digunakan
untuk membuat canangsari itu? Dan apakah ada makna filosofis yang terdapat
dalam canangsari itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Membuat Canang Sari dan Kajian
Filosofisnya
1.1
Pengertian
Canang
![cannnnnnn.jpg](file:///C:\Users\Devil\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Sebelum lebih
lanjut menguraikan kata Canang Sari,
ada baiknya penulis jabarkan dahulu makna perkata dari kata Canang dan Sari. Kata Canang berasal dari bahasa Jawa Kuno yang pada mulanya berarti sirih,
yang disuguhkan pada tamu (atiti) yang
sangat dihormati (Wiana, 1992 : 26). Tamu yang dimaksud adalah tamu sekala yang sekedar mampir atau
bertandang ke rumah seseorang.
Adalah sebuah
kearifan sosial dari zaman dahulu bahwa bertandang ke rumah seseorang adalah
bentuk menyama braya, tuan rumah yang
dikunjungi akan sangat berbahagia karena pemahaman orang Bali yang dijiwai oleh
Spirit Hindu memandang Tamu sebagai Dewa
Manyekala. Rasa simpati dan bahagia tuan rumah, mereka cetuskan dengan
mempersembahkan sesuatu kepada tamu yang biasanya adalah sirih.
Kemudian kata Sari berarti inti, pokok, sumber dan yang terpenting/utama Berdasarkan pemaparan
di atas maka dapat disimpulkan Canang
Sari adalah sirih yang menjadi pokok utama, itulah mengapa Canang
Sari belum bisa dikatakan
bernilai filosofis religius jika belum dilengkapi porosan
yang bahan pokoknya tiada lain adalah sirih. Lewat sentuhan jiwa seni, Canang Sari bukan berbentuk sirih biasa,
tapi merupakan perpaduan yang sedemikian rupa antara bunga, janur, daun, buah, tetuwesan dan jejahitan. Canang Sari
adalah persembahan kepada "Tamu Niskala" yang agung yaitu Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang dipersembahkan oleh umat Hindu melalui "sapaan
akrab" upacara agama agar beliau mendekat dan berkenan memberkati upacara
yang dilaksanakan. Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali, Canang Sari merupakan ciptaan dari Mpu
Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di
Pura Besakih.
1.2 Makna komponen penyusun Canang
Sari Ceper
Ceper
merupakan sebagai alas dari sebuah Canang
Sari, yang memiliki bentuk segi empat. Ceper
adalah sebagai lambang Angga Sarira (badan), empat sisi dari pada Ceper sebagai lambang dari Panca Maha Bhuta, Panca Tan Mantra, Panca
Buddhindriya, Panca Karmendriya. Keempat itulah yang membentuk terjadinya Angga Sarira (badan) ini.
1.3 Bunga
![GAMBAR BUNGA.jpg](file:///C:\Users\Devil\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.jpg)
Bunga sebagai salah satu unsur
sarana persembahyangan. Dalam Bhagawadgita IX.26,
disebutkan unsure-unsur pokok persembahan yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang
Widhi adalah bunga, disamping daun, buah-buahan dan air. Adapun bunyi slokanya
sebagai berikut:
Pattram puspam phalam puspam phalam toyam
Yome bhaktya prayaccati
Tad aham bhaktyu pakrtam
Asnami prayatat manah.
Terjemahan:
Siapapun yang dengan kesujudan
mempersembahkan padaKu daun, bunga, buah-buahan atau air, persempahan yang
didasari oleh cinta dan keluar dari lubuk hati yang suci, Aku terima (Wiana,
1992 : 25)
Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan Pengider-ider Panca
Dewata.
Bunga
berwarna Putih (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah
muda) disusun untuk menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon
diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan
Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha
Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala niskala.
Bunga
berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai
simbol memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan
Sang Hyang Brahma
agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan Kepradnyanan dan
Kewibawaan.
Bunga berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah
Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh
Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang
Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini
untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
Bunga
berwarna Hitam (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru,
hijau atau ungu) disusun untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol
memohon diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang
Hyang Wisnu agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan
peleburan segala bentuk kekotoran jiwa dan raga.
Bunga
Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai
simbol memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan
Sang Hyang Siwa agar memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi
kekuatan pembebasan
file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/Ayu%20Indrawati%20%20MAKNA%20CANANG%20SARI%20DALAM%20PERSEMBAHYANGAN.htm
(Moksa).
1.4 Beras atau Wija
![BERAS.png](file:///C:\Users\Devil\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image006.jpg)
Ceper
sebagai lambang/nyasa angga-sarira/badan tiadalah gunanya tanpa kehadiran Sang
Hyang Ātma . Tak ubahnya bagaikan benda mati, yang hanya menunggu
kehancurannya. Maka dari itulah di atas sebuah ceper juga diisi dengan beras,
sebagai lambang/nyasa Sang Hyang Ātma . Maka dari itulah hidup kita di belenggu
oleh Citta dan Klesa, Ātma menimbulkan terjadinya Citta Angga-sarira (badan
kasar) menimbulkan terjadinya klesa, itulah yang menyebabkan setiap umat
manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya.
1.5 Porosan.
![]() |
Porosan bisa dikatakan
bahan terpenting dan inti yang terdapat dalam Canang Sari, karena tanpanya Canang
Sari belum bisa dikatakan memilki nilai religius.
Di atas ceper ini diisikan sebuah
"Porosan" (terdiri dari daun sirih, pamor (kapur) dan dimasukkan
dalam jepitan janur) sebagai simbol "Silih Asih" dan Poros/Pusat yang
bermakna, pada saat penganut Hindu Bali menghaturkan persembahan harus
dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi
beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan
karunia Nya. Sebuah Porosan terbuat dari daun sirih, kapur/pamor, dan jambe
atau gambir sebagai lambang/nyasa Tri-Premana, Bayu, Sabda, dan Idep (pikiran,
perkataan, dan perbuatan).
Daun
sirih sebagai
lambang warna hitam sebagai nyasa Bhatara Visnu, dalam bentuk tri-premana
sebagai lambang/nyasa dari Sabda (perkataan),
Jambe/Gambir/buah
pinang sebagai
nyasa Bhatara Brahma, dalam bentuk Tri-premana sebagai lambang/nyasa Bayu
(perbuatan),
Kapur/Pamor sebagai lambang/nyasa Bhatara Siwa,
dalam bentuk Tri-premana sebagai lambang/nyasa Idep (pikiran).
Suatu kehidupan tanpa dibarengi
dengan Tri-premana dan Tri Kaya, suatu kehidupan tiadalah artinya, hidup ini
akan pasif, karena dari adanya Tri-premana dan Tri Kaya itulah kita bisa
memiliki suatu aktivitas, tanpa kita memiliki suatu aktivitas kita tidak akan
dapat menghadapi badan ini. Suatu aktivitas akan terwujud karena adanya
Tri-Premana ataupun Tri-kaya.
Di lain pihak Surayin (2004: 59-60) mengatakan bagian dari Porosan diantaranya sirih menggambarkan Hyang Wisnu,
Kapur menggambarkan Hyang Siwa dan Buah Pinang menggambarkan Hyang Brahma. Jika dilihat dari 2 konsepsi di atas
ada perbedaan antara sarana porosan-nya
pada gambir dan buah pinang, namun
sebenarnya pada intinya adalah sama yaitu Porosan
merupakan simbolisasi dari Tri Murti
![PISANG.jpg](file:///C:\Users\Devil\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image011.jpg)
![TEBU.jpg](file:///C:\Users\Devil\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image013.jpg)
Di atas sebuah ceper telah diisi dengan beras, porosan, dan juga diisi dengan seiris tebu dan seiris pisang. Tebu
atapun pisang memiliki makna sebagai lambang amrtha (kesejahteraan/kehidupan).
Setelah
kita memiliki badan dan jiwa yang menghidupi badan kita, dan Tri Pramana yang membuat kita dapat memiliki
aktivitas, dengan memiliki suatu aktifitaslah kita dapat mewujudkan Amrtha untuk menghidupi badan dan jiwa ini. Tebu dan pisang adalah
sebagai lambang Amrtha yang diciptakan oleh kekuatan Tri Pramana dan dalam implementasinya
berupa Tri Kaya yang meliputi aktifitas berpikir,
berbicara dan berbuat.
1.7 Sampian Uras/Uras Sari.
Sampian
Uras atau Uras Sari dibuat dari
rangkaian janur yang ditata berbentuk bundar yang biasanya terdiri dari delapan
ruas atau helai, yang melambangkan roda kehidupan dengan delapan karakteristik
yang menyertai setiap kehidupan umat manusia (Asta Iswarya). Yaitu : Dahrma
(Kebijaksanaan), Sathyam (Kebenaran
dan kesetiaan), Pasupati (ketajaman,
intelektualitas), Kama (Kesenangan), Aiswarya (kepemimpinan), Krodha (kemarahan), Mrtyu (kedengkian, iri hati, dendam), Kala ( kekuatan). Itulah delapan karakteristik yang dimiliki oleh
setiap umat manusia, sebagai pendorong melaksanakan aktifitas, dalam menjalani
roda kehidupannya. Ada pula yang mengatakan Uras
Sari itu merupakan simbolis arah mata angin Asta Dewata.
![KEMBNG.jpg](file:///C:\Users\Devil\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image015.jpg)
Kembang Rampai biasanya ditempatkan di atas susunan/rangkaian
bunga-bunga pada suatu Canang, Kembang Rampai memiliki makna sebagai lambang
kebijaksanaan.
Dari kata Kembang Rampai memiliki dua arti, yaitu: Kembang berarti bunga dan Rampai berarti macam-macam, sesuai dengan
arah Pengider-ider, Kembang Rampai ditempatkan di tengah sebagai simbol warna brumbun, karena terdiri dari
bermacam-macam bunga.
Dari sekian macam bunga, tidak semua
memiliki bau yang harum, ada juga bunga yang tidak memiliki bau, begitu juga
dalam kita menjalani kehidupan ini, tidak selamanya kita akan dapat menikmati
kesenangan adakalanya juga kita akan tertimpa oleh kesusahan, kita tidak akan
pernah dapat terhindar dari dua dimensi kehidupan ini. Untuk itulah dalam kita
menata kehidupan
ini hendaknya kita memiliki kebijaksanaan. Selain sebagai
simbol kebijaksanaan, jika dikaitkan dengan pemujaan Ista Dewata maka Kembang
Rampai merupakan simbol Sang Hyang
Siwa.
1.9 Plawa
![plawa.jpg](file:///C:\Users\Devil\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image017.jpg)
Plawa adalah daun-daunan, disebutkan dalam Lontar Yadnya Prakerti bahwa Plawa merupakan lambang tumbuhnya pikiran
yang hening dan suci, sehingga dapat menangkal pengaruh buruk dari nafsu duniawi yang
menyesatkan umat manusia.
Canang
Sari terbentuk dari beberapa unsur
seperti dijelaskan di atas
dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Canang Sari mengandung arti dan makna
perjuangan hidup manusia dengan selalu
memohon bantuan dan perlindungan tuhan, untuk menciptakan, memelihara, dan meniadakan. Memohon agar
tuhan selalu berkenan dekat dengan manusia, sebagai "tamu" yang
membiimbingnya dalam rumah tangga kehidupan. Semuanya demi suksesnya cita-cita hidup manusia yakni
kebahagiaan. Begitu tingginya filsafat yang
dimiliki oleh Canang Sari yang divisualisasikan dalam bentuk Banten yang indah. Dengan kata lain Canang Sari adalah bahasa agama Hindu
dalam bentuk simbol yang dapat memberikan berbagai keterangan tentang arti dan
makna hidup di dunia ini.
B.
Canang Sari dalam Konsep Penyatuan
Siwa Siddhanta
Penyatuan
sekte-sekte Siwa Siddhanta dalam Canang
Sari dapat di kaji dari bunga. Bunga melambangkan ketulusan hati, dari
warna-warna bunga dapat dikaitkan dalam Dewata Nawa Sangga, warna-warna bunga
itu merupakan simbolis para dewa-dewa seperti bunga kamboja warna putih
melambangkan dewa iswara, bunga cempaka kuning yang berwarna kuning melambangkan
dewa Mahadewa, bunga yang berwarna merah melambangkan dewa Brahma, Bunga yang
berwarna hijau atau biru melambangkan kekuatan dari Wisnu. Beras atau wija untuk Sekte Waisnawa yang diberikan petunjuk dalam konsepsi
Agama Hindu di Bali tentang pemujaan Dewi Sri. Dewi Sri yang dipandang sebagai
pemberi rejeki, kebahagiaan dan kemakmuran. Para petani di Bali, Dewi Sri
dipandang sebagai dewanya padi yang merupakan keperluan hidup yang utama dan
merupakan sumber kemakmuran serta kesejahteraan (Gunawan, 2012:49).
Bagian
dari Porosan diantaranya Sirih menggambarkan Hyang Wisnu, Kapur menggambarkan Hyang Siwa, Buah
Pinang menggambarkan Hyang Brahma (Surayin, 2004: 59-60). Selain itu dalam
ura sari yang yang terdiri dari delapan lengkungannya itu juga melambangkan
dari asta dewata yaitu sesuai dengan arah mata angin. Kembang rampai memiliki dua arti, yaitu: kembang
berarti bunga dan rampai berarti macam-macam, sesuai dengan arah
pengider-ideran kembang rampai di taruh di tengah sebagai simbol warna brumbun,
karena terdiri dari bermacam-macam bunga. Disini dapat dilihat simbolis dari
dewa siwa yaitu sesuai dengan arah mata angin dalam dewata nawa sangga yang
berada di tengah-tengah.
Mantra Canang Sari
Oṁ
Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Oṁ
tamolah panca pacara guru paduka bhyo namah swaha
Oṁ
shri Deva Devi Sukla ya namah svaha
Sumber:
C.
Bentuk dan
Fungsi Canang
Bentuk dan
fungsi canang yang ada di Bali memiliki beberapa bentuk dan fungsi, antara
lain:
1.1
Canang Sari
Canang Sari adalah sebuah canang yang alasnya dari sebuah
ceper atau tamas kecil, hanya sampian uras sarinya membentuk asthadala sehingga
terlihat berbentuk bundar sedangkan isinya seperti yang dijelaskan diatas, yang
fungsinya adalah sebagai simbul serining yadnya, sehingga setiap upakara
disertakan dengan canang sari. Disamping canang sari ageng ada juga canang sari
alit yaitu hanya menggunakan empat penjuru pada simbul sampian urasarinya
tetapi memiliki prinsip dan kwalitas yang sama.
Pada cepernya
berisi raka-raka dan porosan, diatasnya dipasangkan sampian urasari, kemudian
diatas sampian uras disusunkan bunga putih arah timur, bunga merah dikanan,
bunga kuning dibagian barat, bunga biru dikiri, dan kembang rampai ditengah
(sesuai pengideran).
Keterangan:
1. ceper
2. tebu seiris
3. porosan siri asih
4. jaja uli begina hancur
5. pisang seirish
6. sampian ruras sari
7. bunga puti di timur
8. bunga merah di selatan
9. bunga kuning di barat
10. bunga hijau/biru di utara
11. koma rampe di tengah
1.2
Canang Genten
Pada prinsipnya canang genten sama dengan canang sari,
hanya ditambahkan dengan jajan kekiping, pisang mas, dan bubur sesuruh merah
dan putih, dan masing-masing bubur tersebut dibungkus dengan janur digiling
menyerupai sebatang rokok, serta diletakkan dibawah sampian urasari.
Fungsi canang
ini adalah sebagai sarana untuk memohon anugerah keremajaan atau kayowanan.
Oleh karena itu canang genten dipergunakan pada pelaksanaan Upacara Ngeraja
Sewala / Ngeraja Singa, upacara potong gigi dan pada upacara perkawinan.
Keterangan:
1. caper
2. tebu seiris
3. porosan silih asih
4. jaja uli begina sedikit
5. pisang seiris
6. kiping
7. biu mas
8. bubuh sesuru mekaput busung seperti
rokok
9. sampian ruras sari
10. bunga putih di timur
11. bunga merah di selatan
12. bunga kuning di barat
13. bunga hijau/biru di utara
14. kembang rampe di tengah
1.3
Canang Payasan
/ Canang Pesucian
Canang pesucian dialasi dengan sebuah Ceper pada bagian
pangkalnya, dan diatas taledan ini dijaritkan 5 buah celemik dengan posisi
tempatnya, atas bawah, kanan, kiri, serta ditengahnya, masing-masing celemik
berisi sarana sebagai berikut:
v Pada celemik
diatas berisi tepung tawar, adalah sebagai kekuatan Sang Hyang Iswara untuk memohon
penyucian mengenai sebel kandel, letuhing jagat dan sarira.
v Pada celemik
dibagian kanan berisi lenga wangi (kapas berisi minyak wangi), adalah simbul
kekuatan Sang Hyang Brahma, untuk memohon penyucian kehadapan Beliau mengenai berbagai macam bentuk yang
bersifat Wigna.
v Pada celemik
dibagian bawah, berisi daun dapdap yang digilas, adalah sebagai simbul kekuatan
Sang Hyang Mahadewa, untuk memohon penyucian kehadapan Beliau mengenai segala
akibat dari perbuatan Satru (kejahatan).
v Pada celemik
dibagian kiri berisi sisig, adalah sebagai simbul kekuatan Sang Hyang Wisnu,
untuk memohon p
enyucian
mengenai gering sasab merana.
v Pada celemik
ditengah berisi burat wangi, adalah sebagai simbul kekuatan Sang Hyang Siwa,
untuk memohon penyucian kehadapan Beliau, mengenai segala kekotoran bathinniah.
Canang pesucian ini dipergunakakn hampir pada setiap upakara.
Keterangan:
1. ceper
2. tetuwasan petat
3. tetuwasan suwah
4. bunga
5. porosan silih asih
6. celemik berisi tepung beras/tawar
7. celemik berisi kapas + minyak wangi
8. celemik berisi daun dadap mecacak
9. celemik berisi jaja metunu (sigsig)
10. celemik berisi serbuk cendana
11. sebuah takir berisi air
12. canag sari
1.4 Canang gantal
Pada prinsipnya canang gantal ini sama dengan canang
pesucian hanya pada celemik ditengah diisi base tubungan metungkas, mengenai
makna yang terkandung kedalam canang gantal dapat disimak dari kosakatanya
yaitu:
Kata gantal
berasal dari kata “Gana”, yang mengandung arti “Pertemuan” atau pupulan,
sedangkan suku kata “Tal”, dapat diartikan “Bersatu” atau terikat menjadi satu.
Dengan demikian canang gantal memiliki makna sebagai permohonan umat kehadapan
Sag Hyang Widhi agar dianugerahkan kedamaian.
Canang gantal
terdiri dari dua taledan, taledan pertama berisi seperti yang telah dijelaskan
diatas, kemudian diatas taledan pertama disusun lagi dengan taledan kedua yang
berisi, raka-raka lengkap, sampian plaus, dan porosan. Diatas taledan dijaritkan
dua buah celemik dengan posisi dikanan dan kiri, dengan celemik disebelah kanan
berisi burat wangi, serta celemik yang disebelah kiri berisi lenga wangi,
sedangkan dibagaian tengahnya berisi pisang mas, jajan kekiping, 2 buah bantal
kecil kemudian paling atas disusunkan sebuah canang sari diikat dijadikan satu.
Canang gantal dipergunakan pada upakara panca yadnya.
Keterangan: (Bawah)
1. taledan mepelekir
2. raka-raka jankep sampian plaus
3. celemik berisi tepung tawar
4. celemik berisi kapas+ minyak wangi
5. celemik berisi daun dadap mecacak
6. celemik berisi jaja metunu
7. celemik berisi serbuk cendana
8. base tulak
1) Taledan mepelekir
2) Rak-raka jankep sampian plaus
3) Celemik berisi lenge wangi (salep
wangi)
4) Celemik berisi burat wangi ( serbuk
cendana)
5) Kiping
6) Biyu mas
7) Bantal 2 buah
1. Canang sari diatas (diikat) (paling
atas)
1.5
Canang
Pengerawos
Pembuatan canag pengerawos, pada prinsipnya sama seperti
canang gantal hanya ditengahnya mempergunakan sebuah takir berisi 5 buah
lekesan, serta maknanya hampir sama dengan canang gantal, hanya disini
menekankan permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi, khususnya dalam hal memohon
kebulatan pendapat berdasarkan ketenangan hati untuk mencapai kedamaian.
Lekesan
sebanyak 5 buah adalah sebagai simbul dari, sabda, bayu, idep, rasa, dan cita.
Canang pengerawos dipergunakan pada upakara peparuman, upakara pemelastian
Bethara, upakara piodalan, upakara pengajuman.
Keterangan :
1. Canag sari ( diikat jadi satu)
2. Rake-rake jangkep sampian plaus
3. Celemik berisi lenge wangi (salep
wangi)
4. Celemik berisi burat wangi (serbuk
cendana)
5. Kiping
6. Biyu mas
7. Bantal 2 buah
1) Taledan mepelekir
2) Raka-raka jangkep
3) Celemik berisi tepung tawar
4) Celemik berisi kapas+minyak wangi
5) Celemik berisi daun dadap mecacak
6) Celemik berisi jaja metunu
7) Celemik berisi serbuk cendana
8) Base lekesan 5 buah di ikat jadi
satu alas takir